Masuk surga itu sudah jadi ketetapan takdir. Bagaimana penjelasannya? Hal ini sudah dijelaskan dalam Syarhus Sunnah karya Imam Al-Muzani berikut ini.
Imam Al-Muzani rahimahullah berkata,
ثُمَّ خَلَقَ لِلْجَنَّةِ مِنْ ذُرِّيَّتِهِ أَهْلاً فَهُمْ بِأَعْمَالِهَا بِمَشِيْئَتِهِ عَامِلُوْنَ وَبِقُدْرَتِهِ وَبِإِرَادَتِهِ يَنْفُذُوْنَ
“Kemudian Allah menciptakaan penghuni surga dari keturunan Adam. Orang-orang tersebut adalah para pelaku amalan-amalan mereka sesuai kehendak-Nya. Mereka melaksanakan sesuai dengan kekuasaan dan kehendak-Nya.”
Yang Menjadi Penduduk Surga Sudah Ditetapkan
Allah telah menciptakan (menetapkan) dari keturunan Adam, siapakah yang menjadi penduduk surga. Dari Muslim bin Yasar Al-Juhani, ‘Umar bin Al-Khaththab pernah ditanya mengenai ayat,
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي آدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْۖ قَالُوا بَلَىٰۛشَهِدْنَاۛأَنْ تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَٰذَا غَافِلِينَ
“Dan (ingatlah), ketika Rabbmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): ‘Bukankah Aku ini Rabbmu?’ Mereka menjawab: ‘Betul (Engkau Rabb kami), kami menjadi saksi.’ (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Allah).” (QS. Al-A’raf: 172). ‘Umar bin Al-Khaththab berkata bahwa ia pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya mengenai ayat tersebut, beliau menjawab,
إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ خَلَقَ آدَمَ، ثُمَّ مَسَحَ ظَهْرَهُ بِيَمِينِهِ، فَاسْتَخْرَجَ مِنْهُ ذُرِّيَّةً، فَقَالَ: خَلَقْتُ هَؤُلَاءِ لِلْجَنَّةِ وَبِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ يَعْمَلُونَ، ثُمَّ مَسَحَ ظَهْرَهُ فَاسْتَخْرَجَ مِنْهُ ذُرِّيَّةً، فَقَالَ خَلَقْتُ هَؤُلَاءِ لِلنَّارِ، وَبِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ يَعْمَلُونَ، فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ فَفِيمَ الْعَمَلُ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ إِذَا خَلَقَ الْعَبْدَ لِلْجَنَّةِ اسْتَعْمَلَهُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى يَمُوتَ عَلَى عَمَلٍ مِنْ أَعْمَالِ أَهْلِ الْجَنَّةِ، فَيُدْخِلَهُ بِهِ الْجَنَّةَ، وَإِذَا خَلَقَ الْعَبْدَ لِلنَّارِ اسْتَعْمَلَهُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى يَمُوتَ عَلَى عَمَلٍ مِنْ أَعْمَالِ أَهْلِ النَّارِ، فَيُدْخِلَهُ بِهِ النَّارَ”
“Sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla menciptakan Adam, lalu Dia mengusap punggungnya dengan tangan kanan-Nya, dan mengeluarkan darinya sejumlah keturunannya. Allah berfirman, ‘Aku telah menciptakan mereka untuk dimasukkan ke dalam surga dengan amalan penduduk surga, dan mereka pun mengamalkannya.’ Kemudian Allah mengusap punggungnya lagi, lalu mengeluarkan darinya sejumlah keturunannya, dan Allah berfirman, ‘Aku telah menciptakan mereka untuk neraka dengan amalan penduduk neraka, dan mereka pun mengamalkannya.’ Ada seorang laki-laki bertanya, ‘Wahai Rasulullah, lantas apa gunanya beramal?’ Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla apabila menciptakan seorang hamba untuk surga, maka Allah menjadikannya beramal dengan amalan penduduk surga, hingga ia mati dalam keadaan beramal dengan amalan-amalan penduduk surga, lalu ia dimasukkan ke dalam surga dengan amalan tersebut. Dan apabila Allah menciptakan seorang hamba untuk neraka, maka Allah menjadikannya beramal dengan amalan penduduk neraka, hingga ia mati dalam keadaan mengamalkan amalan penduduk neraka, lalu ia dimasukkan ke dalam neraka dengan amalan tersebut.’” (HR. Abu Daud, no. 4703 dan Ahmad, 1:158. Syaikh Al-Albani dalam Shahih Abu Daud mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Bukan Berarti Tidak Perlu Beramal
Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Suraqah bin Malik bin Ju’syum datang dan berkata,
يَا رَسُولَ اللَّهِ، بَيِّنْ لَنَا دِينَنَا كَأَنَّا خُلِقْنَا الْآنَ، فِيمَا الْعَمَلُ الْيَوْمَ؟ أَفِيمَا جَفَّتْ بِهِ الْأَقْلَامُ وَجَرَتْ بِهِ الْمَقَادِيرُ؟ أَمْ فِيمَا نَسْتَقْبِلُ؟ قَالَ: لَا، بَلْ فِيمَا جَفَّتْ بِهِ الْأَقْلَامُ وَجَرَتْ بِهِ الْمَقَادِيرُ، قَالَ: فَفِيمَ الْعَمَلُ، فَقَالَ: اعْمَلُوا، فَكُلٌّ مُيَسَّرٌ
“Wahai Rasulullah, berikanlah penjelasan kepada kami tentang agama kami, seakan-akan kami baru diciptakan sekarang. Untuk apakah kita beramal hari ini? Apakah itu terjadi pada hal-hal yang pena telah kering dan takdir yang berjalan, ataukah untuk yang akan datang?”
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Bahkan pada hal-hal yang dengannya pena telah kering dan takdir yang berjalan.”
Ia bertanya, “Lalu apa gunanya beramal?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Beramallah kalian, karena masing-masing dimudahkan (untuk melakukan sesuatu yang telah ditakdirkan untuknya).” (HR. Muslim, no. 2648)
Dari ‘Imran, ia berkata, aku berkata,
يَا رَسُولَ اللَّهِ، فِيمَا يَعْمَلُ الْعَامِلُونَ؟، قَالَ: كُلٌّ مُيَسَّرٌ لِمَا خُلِقَ لَهُ
“Wahai Rasulullah, lantas untuk apa orang-orang yang beramal melakukan amalan mereka?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Setiap orang akan dimudahkan (menuju jalan) penciptaannya.” (HR. Bukhari, no. 7551)
Dan inilah yang dipahami para shahabat dan tabi’in sebagaimana riwayat berikut.
Dari Abul-Aswad Ad-Dua’liy, ia berkata, ‘Imran bin Hushain pernah berkata kepadaku, “Apa pendapatmu tentang amalan yang dikerjakan orang hari ini dan jerih payah mereka? Apakah itu merupakan sesuatu yang telah ditetapkan untuk mereka dan sesuatu yang telah ditentukan takdirnya sebelumnya? Ataukah itu pada sesuatu yang akan mereka hadapi dari ajaran yang dibawa oleh Nabi mereka dan hujjah tegak untuk mereka?” Aku menjawab, “Bahkan sesuatu yang telah ditetapkan dan diputuskan untuk mereka.” Ia berkata, “Bukankah itu satu kezaliman?” Abul-Aswad berkata, “Aku pun sangat terkejut karenanya, lalu aku berkata,
كُلُّ شَيْءٍ خَلْقُ اللَّهِ وَمِلْكُ يَدِهِ فَ-لَا يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْأَلُونَ
“Segala sesuatu adalah ciptaan Allah, kekuasaan berada di tangan-Nya. ‘Dia tidak ditanya tentang perbuatan-Nya, akan tetapi merekalah yang akan ditanya tentang perbuatan mereka’(QS. Al-Anbiya’: 23).
Ia (’Imran bin Hushain) berkata kepadaku, “Semoga Allah merahmatimu, sesungguhnya aku tidak bermaksud dengan pertanyaanku kepadamu itu kecuali memahamkan akalmu. Sesungguhnya ada dua orang laki-laki dari Muzainah datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Mereka berkata, “Wahai Rasulullah, apa pendapatmu tentang amalan yang dikerjakan orang hari ini dan jerih payah mereka? Apakah itu merupakan sesuatu yang telah ditetapkan untuk mereka dan sesuatu yang telah ditentukan takdirnya sebelumnya? Ataukah itu pada sesuatu yang akan mereka hadapi dari ajaran yang dibawa oleh Nabi mereka dan hujjah tegak untuk mereka?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا، بَلْ شَيْءٌ قُضِيَ عَلَيْهِمْ وَمَضَى فِيهِمْ وَتَصْدِيقُ ذَلِكَ فِي كِتَابِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ: وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَافَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا
“Tidak, bahkan yang telah ditetapkan dan diputuskan untuk mereka. Pembenaran hal itu ada dalam Kitabullah ‘azza wa jalla, ‘Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.’” (QS. Asy-Syams: 7-8)” (HR. Muslim, no. 2650)
Masuk Surga itu Dengan Kehendak Allah
Imam Al-Muzani rahimahullah berkata, “Orang-orang tersebut adalah para pelaku amalan-amalan mereka sesuai kehendak-Nya. Mereka melaksanakan sesuai dengan kekuasaan dan kehendak-Nya.” Maksudnya, setiap orang tetap beramal. Namun hal itu sudah masuk dalam masyiah (kehendak) Allah yang sudah terlaksana, yaitu kehendak kauniyyah dan syar’iyyah. Artinya, itu sudah jadi ketetapan Allah dan Allah cintai ketika mereka masuk surga.
Masuk surga tadi atas kuasa dan kehendak Allah sebagaimana disebutkan dalam ayat,
وَمَا تَشَاءُونَ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ
“Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Rabb semesta alam.” (QS. At-Takwir: 29)
Syaikh Muhammad bin ‘Umar Salim Bazmul hafizhahullah berkata, “Adapun penduduk surga, merekalah yang beramal dengan ketaatan kepada Allah. Yang dimaksud oleh Imam Al-Muzani, amalan penduduk surga dilakukan atas kehendak mereka sendiri. Namun kehendak mereka tidaklah keluar dari kehendak Allah. Amalan mereka tidaklah keluar pula dari ilmu Allah, tidaklah keluar pula dari catatan takdir pada Lauhul Mahfuzh, tidaklah keluar pula dari kitab yang telah Allah catat lima puluh ribu tahun sebelum penciptaan makhluk.” (Iidhah Syarh As-Sunnah li Al-Muzani, hlm. 51).
Semoga bermanfaat.
Referensi:
- Iidhah Syarh As-Sunnah li Al-Muzani. Cetakan Tahun 1439 H. Syaikh Dr. Muhammad bin ‘Umar Salim Bazmul. Penerbit Darul Mirats An-Nabawi.
- Syarh As-Sunnah. Cetakan kedua, Tahun 1432 H. Imam Al-Muzani. Ta’liq: Dr. Jamal ‘Azzun. Penerbit Maktabah Dar Al-Minhaj.
- Tamam Al–Minnah ‘ala Syarh As-Sunnah li Al-Imam Al-Muzani.Khalid bin Mahmud bin ‘Abdul ‘Aziz Al-Juhani. alukah.net.
—
Diselesaikan di perjalan Panggang – Jogja, 19 Rajab 1440 H (26 Maret 2019, Selasa sore)
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com